My Mumu and I
Sejak aku kecil, aku di-les-in ini itu; mulai dari ballet, piano, biola. Tapi kata mama, aku sudah menggambar sejak umur 2. Dan dari semua hobiku, aku paling senang menggambar. Mama mendukungku untuk terus bermusik, menari, dan menggambar. Tapi saat aku beranjak besar dan mau memulai kuliah, semua itu tidak lagi menjadi opsi.
Aku dan mamaku berbeda. Belio seorang dokter, dan aku seorang seniman. Satu hal yang sama adalah: kami orangnya keras kepala. 😂 Waktu SMA aku maunya masuk IPS, tapi kata mama: jangan, nanti kamu ndak bisa daftar kuliah kedokteran. Aku: lah saya ndak pengen jadi dokter maunya jadi seniman. Begitulah, podo podo watu.
Setelah melalui berbagai pergulatan🤼♀️, akupun diterima di sebuah universitas di Surabaya untuk jurusan yang aku tidak inginkan. Hari kedua, aku meninggalkan perkuliahan dan pergi ke Yogyakarta untuk mengejar mimpiku; sebuah keputusan yang aku sadari sekarang, telah mengubah jalan hidupku 180 derajat. Aku tidak pernah melupakan hari itu mengingat betapa sulitnya melewati masa-masa itu dan banyaknya orang yang menentang keputusanku.
Tapi waktu pun berlalu, dan aku sangat bersyukur bahwa hari ini mama mendukungku sekolah tinggi-tinggi; bukan hanya sekolah tapi sekolah untuk jadi seniman yang lebih baik lagi. Dulu aku anak yang keras kepala (sekarang juga masih iya), tapi aku belajar kadang ada untungnya menjadi keras kepala 😂😂😂😂😂ga deng bercanda. Aku belajar bahwa boleh jadi jalan yang dilewati tidak mudah, tapi asal kita percaya, Tuhan pasti selalu membawa kita menuju rencana-Nya. Aku boleh jadi jungkir balik, salto, rolling depan, rolling belakang tapi jawaban doaku takkan lari kemana.
Begitu ceritanya. An appreciation post buat mumuku yang unyu. I love you mama mumu. Semoga kita akur selalu🤣🤪😍🥰eaaa